Kisah Jomblo di Usia 40

Posting Komentar
mencari jodoh di usia 40
Bila kita ditanya umur berapa bercita-cita untuk menikah? Sebagian besar perempuan tentunya memiliki keinginan untuk bertemu kekasih hati di usia muda. Kuliah, bekerja dan menikah. Namun sayangnya impian ini tak kunjung nyata, demikian pula dengan saya yang masih jomblo di usia 40 tahun.

Jomblo

Hmm, rasanya saya tidak tega menuliskan kata 'Jomblo' ini dalam postingan pertama saya. Kata gaul ini sudah menjadi kata umum yang dikenal banyak orang namun sebagai urang sunda, feel yang didapat terasa berbeda.

Akrab di telinga kita, jomblo diartikan sebagai sebutan bagi orang yang tidak memiliki pasangan atau kekasih.

Benarkah seperti itu?
Dilansir dari kamus bahasa sunda, berbelas tahun yang lalu, rasanya kata 'jomblo' ini menjadi salah satu kata yang tabu untuk dilontarkan kepada seorang gadis yang belum menikah.

Jomblo diartikan sebagai perawan tua, sebutan untuk perempuan yang sudah tua namun belum menikah atau memiliki pasangan. Tentu saja, kata 'jomblo' berkonotasi negatif karena dapat dikatakan sebutan untuk 'perempuan tak laku'.

Kini, Kamus Besar Bahasa Indonesia telah mengadopsi kata 'jomblo' menjadi 'jomlo' yang berarti 1. n. gadis tua; 2 n cak pria atau wanita yang belum memiliki pasangan hidup; 3 a ki tidak ada pasangan.

Dan saya sendiri (dulu) masih berstatus jomblo di usia 40. Tentunya saya berangan-angan untuk segera mengakhiri masa jomblo seperti banyak teman saya yang satu persatu mulai menyebarkan undangan hari bahagia mereka.

Tak pernah mengenal pacaran, ada satu hal yang membuat terasa sulit untuk mendapatkan pasangan. Terkesan sepele bagi orang lain, perjalanan masa kecil membuat saya tak memiliki banyak referensi bagaimana cara berkomunikasi dengan kaum adam. Sulit...iya...sangat sulit.

Sejak Emak dan Bapak berpisah di kala saat masih sangat kecil, saya tinggal berpindah-pindah dari keluarga Bapak atau keluarga Emak. Seperti banyak anak 'broken home', saya tumbuh menjadi pribadi yang tertutup dan sulit bergaul terutama dengan lawan jenis karena tak ada sosok lelaki dalam hidup saya.

Well, sedari kecil dulu, saya memang kurang apik dan kesulitan untuk menjalin pertemanan dengan laki-laki. Dan kondisi ini ditambah pula dengan rasa insecure terhadap penampilan saya yang menurut saya nyaris tak menarik terlebih ada kekurangan dari diri saya yang nampak jelas.

Rasanya tak akan ada lelaki yang mudah untuk 'jatuh hati' begitu saja karena secara kodrati, saya memahami lelaki adalah makhluk visual.

Namun hal ini  bukan alasan saya mengapa masih betah men - jomblo di usia 40 karena saya percaya, perpisahan Bapak dan Emak dahulu merupakan garis tangan kehidupan yang harus mereka dan saya jalani.

Seru Menjadi Jomblo

Status yang masih 'sendiri' membuat saya bisa melakukan banyak hal yang mungkin sudah tak bisa lagi dilakukan perempuan yang sudah menikah dan terlebih memiliki buah hati.

Bekerja di sebuah lembaga berskala nasional membuat saya memiliki banyak kesempatan untuk menjelajah berbagai tempat di seluruh Indonesia.

Bukan tergolong perempuan pemberani, artinya saya tak terlalu punya nyali untuk keluyuran tanpa teman, saya menikmati perjalanan keluar daerah yang berbeda dari yang biasa saya hadapi sehari-hari.

Laut adalah pilihan favorit saya. Lebih sering menjajal pantai daripada gunung, debur ombak dan semilir angin di atas pasir putih bagai candu yang membawa saya untuk kembali dan kembali lagi.

Cagar budaya juga menjadi destinasi favorit saya berikutnya. Berkenalan dan bersentuhan langsung dengan budaya nusantara yang luar biasa membuat hidup lebih kaya dan bermakna.

Bila tak ada kegiatan keluar daerah, saya juga menyukai windows shopping sebagai bagian dari healing murah meriah. Saya tak pernah ragu untuk berkeliling mall ke mall di kota tercinta walau terkadang tak satupun barang saya beli. Memilah dan memilah barang menjadi hal yang mengasikan untuk menghabiskan waktu.

Berburu barang diskon menjadi agenda seru di akhir pekan saat tak ada pekerjaan. Jujur saja, sebagai sandwich generation yang harus mengurus Emak dan keluarga adik yang (dulu) masih belum mapan, isi dompet saya tak begitu banyak.

Bukan pula termasuk orang yang boros dalam membeli barang, saya termasuk orang yang pelit membeli barang mahal namun royal untuk keluarga terutama Emak tercinta.

Meski senang berada di luar rumah, rebahan dan bermalas-malasan di rumah menjadi momen epik bagi saya. Rasanya tak ada yang lebih nyaman selain bergelung dalam tumpukan bantal dan selimut tanpa melakukan apapun.

Jadi, bagi sahabat yang masih jomblo di usia 40, yuks nikmati kesendirian ini dengan melakukan banyak hal yang kita sukai!

Sad Moment

Tumbuh jauh dari orang tua membuat saya memiliki sifat introvert. Tak mudah percaya kepada orang lain dan lebih menyukai menyimpan segala hal terutama yang bersifat pribadi.

Tak pernah secara eksplisit mengutarakan kepada orang lain, seiring bertambahnya usia, kesendirian ini terkadang membuat saya merasa sedih. Saat berada jauh dari rumah, saat hari mulai gelap atau hujan deras turun ke bumi.

Hari ulang tahun bagaikan pengingat betapa putaran waktu terus berjalan. 30 tahun, 35 tahun, 40 tahun. Oh, the time is ticking!

Alhamdulillah, keluarga besar bukanlah tipe keluarga usil yang setiap saat melontarkan pertanyaan 'kapan nikah'. Terlebih disertai candaan apalagi cemoohan.

Tak pernah rewel menanyakan langsung apakah saya telah memiliki calon atau tidak, kumpulan keluarga terkadang memberikan hawa berbeda dengan ketiadaan dari hidup saya yaitu pasangan.

Rekan kerja dan klien yang sudah bertahun mengenal saya tak lagi mempertanyakan status ke-jomblo-an ini. Mereka menerima dengan memberikan saya rasa nyaman sekaligus perlindungan dengan status saya yang (masih) tanpa pasangan.

Pun, saya tak pernah 'digoda lelaki nakal' karena secara pribadi saya menjaga jarak dan malas berinteraksi dengan mereka, atau kah karena secara fisik saya biasa-biasa saja membuat saya 'aman' dari godaan mereka.

Justru, berada di lingkungan yang baru menjadi hal yang menakutkan. Dengan usia yang merambat naik, budaya Indonesia seolah melegitimasi pertanyaan mengenai anak dan suami pada seseorang yang baru saja dikenal.

Normal dan wajar namun seakan menjadi sesuatu hal yang sulit untuk dijawab. 
Mungkin inilah yang banyak dirasakan sebagian besar perempuan yang masih 'sendiri' di usianya yang telah mapan. Bepergian tanpa ditemani siapapun, undangan pernikahan - reuni - gathering, tidak menjadi masalah bagi seorang jomblo. Terkadang pertanyaan 'mengganggu' yang sering disepelekan orang membuat suasana menjadi tak nyaman.

Mungkin banyak orang berkilah ucapan adalah doa yang disampaikan untuk kaum jomblo dan hanya dilontarkan sesekali saja saat bertemu. Bayangkan, tentunya berapa ratus kali pertanyaan itu harus diterima seorang jomblowan-jomblowati dalam satu kali waktu. Menjengkelkan bukan?

Dan tanpa perlu ditanya ulang, walau dapat bergerak bebas namun bagaimanapun tentunya saya tak berharap akan terus menjadi seseorang yang menyandang status jomblo di usia 40 tahun.

Terlebih, Emak yang semakin sepuh yang tentunya ingin melihat saya bahagia berdampingan dengan pasangan terbaik.

Namun saya sadari sepenuhnya, jodoh dan maut adalah dua rezeki yang sudah ditentukan waktunya. Tak bisa dipercepat ataupun diperlambat.

Ikhitiar Langit dan Bumi

Seberapa banyak ikhtiar bumi yang sudah saya lakukan, pastinya sebanyak lapisan pasir yang terhampar di lautan. Berapa banyak 'calon' yang telah dikenalkan kepada saya? Dan saya pun sudah tak lagi menghitung.

Dengan usia yang semakin bertambah, harapan untuk menikah tak pernah surut. Saya menyadari kalau-lah Allah menakdirkan saya untuk tetap sendiri selamanya, yang terpenting adalah amal sholeh yang akan kita bawa sebagai bekal di akhirat kelak. Dan jalan beramal kebaikan tentunya sangat luas tak terbatas dalam ruang pernikahan.

Umur 40 hanyalah angka untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Banyak hal bisa saya syukuri. Diamanahi pekerjaan yang baik, kesehatan yang prima, pengalaman yang semakin berkualitas, saya belajar mencintai diri sendiri. 

Menukil penjelasan Ibnu Katsir, seseorang yang telah mencapai usia 40 tahun dianjurkan untuk selalu bersyukur dan bertaubat karena biasanya seseorang tidak akan berubah lagi dari kebiasaan yang dilakukannya saat mencapai usia 40 tahun.

"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku temasuk orang-orang yang berserah diri" (QS: Al Ahqaf: 15)

Dan pada akhirnya, keadaan membuat saya memasrahkan diri for being jomblo di usia 40, introspeksi dan memantaskan diri untuk mendapatkan yang terbaik. Dan  ikhtiar langit-lah satu-satunya jalan yang harus saya tempuh lebih dulu. Kisah mencari jodoh di usia 40 menjadi catatan perjalanan yang akan dikenang nantinya.
Lebih baru Terlama

Related Posts

Posting Komentar